Gelitik JARI : Evolusi Ideologis

Gelitik JARI : Evolusi Ideologis

“Dari semua gagasan tentang cara mengatur masyarakat, hanya demokrasi liberal yang tersisa. Termasuk pemerintahan kecil dan pasar bebas – karena model ini akan menjadi cara yang paling menarik untuk mengorganisasi masyarakat. Benarkah?”

enofobia
Perdebatan politik di sini semakin keras dan iklimnya menjadi ‘xenofobia’. Hanya dalam beberapa tahun, masyarakat kian tergelincir dari kepercayaan tinggi menjadi masyarakat dengan kepercayaan rendah. Anda melihat bermunculan politisi-politisi yang dengan sangat cerdik membangkitkan ketidakpuasan masyarakat. Mereka mencoba mengarahkan perdebatan dan dengan demikian memperoleh keuntungan politik dari perdebatan tersebut.

“Politisi yang cerdik saja tidak bisa menjelaskan kebangkitan populisme. Benarkah demikian?”
“Itu benar. Tentu saja beberapa isu seputar imigrasi dan integrasi sudah terlalu lama diabaikan. Masuknya pendatang baru biasanya mempunyai pengaruh yang lebih besar terhadap kelas sosial bawah dibandingkan dengan mereka yang berpendidikan tinggi. Para elit tidak terlalu terpengaruh oleh kebijakan ini, malah mereka mendapat manfaat dari kebijakan ini, dan oleh karena itu kurang bersedia menghadapi aspek-aspek permasalahan imigrasi. Saya setuju dengan Anda bahwa sistem ini belum cukup mampu menyerap dampak negatifnya. Hal itulah yang terjadi.”

“Bagi kami, kewarganegaraan berkaitan erat dengan Konstitusi dan supremasi hukum . Itulah yang menyatukan semua orang. Siapapun yang telah menyelesaikan naturalisasi sebagai imigran dari, katakanlah, China, Arab, Australia atau Amerika, langsung merasa seperti warga negara +62. Dia sepenuhnya menerima nilai-nilai politik +62. Pendatang baru, meskipun mereka tidak cukup menguasai bahasa tersebut, mulai sekarang akan berkata: Saya orang +62. Mereka bangga dengan paspornya. Dan warga +62 lainnya langsung menerima mereka sebagai orang +62 meski orisinal +62 khawatir dan cemas tentang masa depan pekerjaan dan perekonomian mereka.”

Dalam beberapa dekade terakhir, masyarakat ‘sangat’ terpolarisasi, sampai menimbulkan perbedaan pendapat: kelompok kanan menganggapnya benar, dan kelompok kiri menganggapnya kiri. Apakah ini bukti demokrasi di negara kita masih ada?
“Sekarang bahkan faktanya berbeda. Demokrasi kita terbelenggu dan diujung kematian. Para politisi menyajikan realitas yang benar-benar berbeda dibandingkan beberapa dekade berlalu. Nada perdebatannya sangat kejam. Kini masyarakat tidak lagi mendengarkan lawannya; mereka telah bersatu-padu saling berteriak dan tertawa girang dalam koalisi +62 menang. Dan Anda perhatikan dalam segala hal bahwa kelompok sayap kanan menyimpan banyak ketidakpercayaan.

“Banyak orang yang mengalami kesulitan, mereka merasa segalanya telah dilakukan untuk mereka. Mereka tidak begitu paham alasannya, namun mereka tahu bahwa institusi negara ini telah melakukan banyak kesalahan besar. Wajar mereka curiga terhadap pemerintah, para intelektual dan elit politik.”

Apa demokrasi yang Anda anut dan yakini terbaik?

“Saya masih sangat percaya pada demokrasi pancasila, dan kedudukan demokrasi pancasila diatas demokrasi liberal. Dan saya bukan salah satu dari kaum liberal klasik yang mengatakan: demokrasi adalah soal penerapan prosedur yang benar.

Panglima Sumai

“Aku sepakat dengan Demokrasi Pancasila. Kubahasakan ia secara ironis: Ibarat Kerakap Tumbuh di Batu.”

“Sesungguhnya kita telah nyaris satu abad dalam pendiktean atas nama industrialisasi, kapitalisasi, universalisme, dan lain-lain terminologi yang benar-benar menyebabkan diskomunikasi antara kepala, perut, dan ekstremitas ragawi. Keinsafan metafisika kita lebur dicerna faktisitas rasionalitas tujuan. Sejarah diakui atau pun tidak pada dasarnya dipenuhi instrumen kekuasaan dan kemegahan teologis. Rumah rakyat jelata tidaklah dan bukanlah sejarah.”

“Sejurus dengan demokrasi menarik produk import terlaris. Dengan berkata: kami sedang menyusun demokrasi maka investor pun berdatangan menawarkan gincu, keju, dan anestesi. Nilai-nilai seperti Pancasila membeku di dinding gedung parlemen, di atasnya burung Garuda gemetaran mendengar suara badai yang menggema dari palu pimpinan sidang rapat pleno tentang harga minyak bumi berbanding terbalik dengan harga diri.”

“Mimpi demokrasi Pancasila hanyut di Sungai Musi dan dimakan “iwak betok” yang mengintip dari tumpukan jerami.”

Palembang, 1 Oktober 2024
Gesah Politik Jaringan Aliansi Rakyat Independen
Ade Indra Chaniago – Indra Darmawan K

Catatan : Dalam artikel turut berpartisipasi Panglima Sumai