LSM Menilai Instruksi Mendagri Soal Pencemaran Udara Tidak Akan Efektif

Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Muhammad Tito Karnavian menerbitkan Instruksi Mendagri tentang Pengendalian Pencemaran Udara di Wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek). Sejumlah LSM menilai, instruksi itu tidak efektif mengatasi pencemaran udara.

 JAKARTA − Dirjen Bina Administrasi Kewilayahan Kemendagri Safrizal ZA mengatakan pemerintah telah memberikan arahan kepada kepala daerah di wilayah Jakarta dan sekitarnya. Arahan tersebut dituangkan dalam Instruksi Mendagri tentang Pengendalian Pencemaran Udara di Wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi. Bentuknya antara lain penerapan sistem kerja hibrida, pembatasan kendaraan bermotor, peningkatan pelayanan transportasi publik, pengetatan uji emisi, optimalisasi penggunaan masker, pengendalian emisi lingkungan dan penerapan solusi hijau, serta pengendalian pengelolaan limbah industri.

“Kepala daerah diminta untuk melakukan penyesuaian kebijakan pengaturan sistem kerja, yakni dengan sedapat mungkin melakukan penerapan bekerja dari rumah (WFH) dan bekerja di kantor (WFO) masing-masing sebanyak 50 persen bagi ASN di lingkungan perangkat daerah, karyawan BUMN, dan BUMD,” ujar Safrizal dalam keterangan pers yang diterima, Rabu (23/8/2023).

Safrizal menambahkan penyesuaian tersebut dikecualikan bagi ASN yang memberikan layanan publik secara langsung atau pelayanan penting. Selain itu, kata Safrizal, pemerintah daerah diminta mendorong pekerja swasta dan dunia usaha untuk bekerja dari rumah sesuai kebijakan pelaku usaha.

Ia berharap kebijakan pengaturan WFH dan WFO ini dapat mengurangi mobilitas yang menyebabkan polusi udara. Ia beralasan sebagian besar masyarakat masih menggunakan kendaraan bermotor, baik mobil maupun motor dalam beraktivitas seperti ke kantor. Sejalan dengan itu, Safrizal mengingatkan pemerintah daerah untuk mengoptimalkan penggunaan transportasi umum dan penggunaan kendaraan tidak beremisi atau kendaraan listrik.

“Kepala daerah diinstruksikan untuk meningkatkan pelayanan transportasi publik dengan memastikan kapasitas jumlah kendaraan umum, menambah rute dan titik angkut, mengatasi gangguan di jalur busway serta memberikan insentif atau potongan harga agar masyarakat terdorong untuk beralih dari kendaraan pribadi ke transportasi umum,” tambahnya.

Menurut Safrizal upaya pengendalian emisi lingkungan juga dilakukan melalui pelarangan pembakaran sampah secara terbuka dan mengoptimalkan penanaman pohon.

Menanggapi ini, Manajer Program Bioenergi Trend Asia, Amalya Reza Oktaviani menilai Instruksi Mendagri tidak akan efektif. Sebab, kata dia, persoalan polusi merupakan masalah struktural, sedangkan instruksi tersebut lebih fokus pada seruan ke individu. Sebagai contoh soal emisi tidak hanya dikarenakan kendaraan bermotor di Jakarta. Tapi hal tersebut juga disebabkan kebijakan pemerintah yang memberikan izin sembarangan ke tambang di berbagai daerah yang kemudian merusak lingkungan.

“Ini tidak nyambung karena persoalannya struktural tapi solusinya individu,” ujar Amalya, Kamis (24/8/2023)

Amalya juga menilai kebijakan pemerintah ini terlalu reaktif. Menurutnya, sudah ada Dinas Lingkungan Hidup yang bisa mengawasi persoalan limbah di berbagai daerah. Karena itu, kata dia, pemerintah semestinya juga perlu memastikan instrumen dan fungsi dari kementerian lembaga bisa berjalan ketimbang membuat instruksi seperti ini.

“Pemerintah ketika mengeluarkan izin tidak memperkirakan daya tampung suatu wilayah. Akhirnya limbah dan polusi tidak sesuai standar daya tampung wilayah,” tambahnya.

Ia mengusulkan pemerintah agar serius dalam menangani polusi udara di Indonesia. Salah satunya dengan mulai transparan terkait data dan informasi terkait pengelolaan sumber daya alam di Indonesia. Dengan demikian, kata Amalya, masyarakat dapat ikut mengawasi kebijakan pemerintah dalam soal lingkungan seperti pemberian izin tambang dan mineral. [Sm/Ab]