Prof Denny Indrayana Desak Ketua MK Mundur dari Perkara Gugatan Usia Capres-Cawapres

Pakar Hukum Tata Negara Prof Denny Indrayana mendesak Ketua MK Anwar Usman untuk mundur dalam proses pemeriksaan perkara terkait syarat umur capres-cawapres yang saat ini tengah digugat di Mahkamah Konstitusi (MK).

Menurut Prof Denny, Anwar Usman berpotensi melanggar kode etik jika tetap ikut dalam persidangan tersebut. Prof Denny mengatakan, alasan desakan mundur itu berlandaskan aturan Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi, yang tertuang dalam Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 9 Tahun 2006, khususnya prinsip ketakberpihakan, butir 5 huruf b.

“Perkara itu berhubungan langsung dengan kepentingan keluarga Anwar Usman, dalam hal ini adalah kakak iparnya, yaitu Presiden Jokowi, dan anak pertama Jokowi, yaitu Gibran Rakabuming Raka, dalam hal potensi dan peluang maju sebagai kontestan dalam Pilpres 2024, maka seharusnya Anwar Usman mundur dari penanganan perkara-perkara tersebut.,” kata Denny melalui keterangan resminya yang dirilis di Twitter, Ahad, 27 Agustus 2023.

Prof Denny mengingatkan, dalam pedoman Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi khususnya prinsip ketakberpihakan, pada penerapan butir 5 huruf b mengatur, hakim konstitusi kecuali mengakibatkan tidak terpenuhinya korum untuk melakukan persidangan, harus mengundurkan diri dari pemeriksaan suatu perkara apabila hakim tersebut tidak dapat atau dianggap tidak dapat bersikap tak berpihak.

“Meskipun Gibran (dan Jokowi) bukanlah pemohon atau pihak terkait dalam perkara tersebut, namun sudah menjadi fakta politik bahwa banyak partai politik dan berbagai kalangan menunggu putusan MK terkait syarat umur capres dan cawapres tersebut, yang sekali lagi salah satunya berkaitan dengan peluang Gibran Rakabuming Raka berkompetisi pada Pilpres 2024,” ujar Prof Denny.

Menurut Prof Denny, masih ikut sertanya Anwar Usman memeriksa perkara tersebut, bukan hanya melanggar Kode Etik Hakim Konstitusi, lebih jauh sikap tidak etis Ketua MK yang demikian berpotensi lebih merusak kemerdekaan, kehormatan, dan kewibawaan Mahkamah Konstitusi. ***

Sumber: @dennyindrayana