Menteri Pendidikan (Mendikbud Ristek) Nadiem Makarim membantah pemerintah menghapus skripsi sebagai syarat kelulusan pada program sarjana.
JAKARTA − Menteri Pendidikan (Mendikbud Ristek) Nadiem Makarim menjelaskan pemerintah memberikan kewenangan kepada perguruan tinggi untuk menentukan syarat kelulusan program sarjana atau sarjana terapan. Ia membantah jika pemerintah menghapus kewajiban skripsi sebagai syarat kelulusan. Menurutnya, perguruan tinggi bisa memilih syarat kelulusan mulai dari skripsi, prototipe, proyek, atau bentuk tugas lainnya.
“Saya mau klarifikasi jangan terburu senang dulu bagi semuanya. Karena kebijakannya, keputusan itu dilempar ke perguruan tinggi seperti semua di negara lain,” tutur Nadiem saat Rapat Kerja bersama Komisi X DPR, Rabu (30/8).
Perihal kebijakan skripsi ini diatur dalam Pasal 18 ayat (9) Permendibudristek) Nomor 53 Tahun 2023 tentang Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi. Pasal tersebut berbunyi, “Program studi pada program sarjana atau sarjana terapan memastikan ketercapaian kompetensi lulusan melalui:
a. pemberian tugas akhir yang dapat berbentuk skripsi, prototipe, proyek, atau bentuk tugas akhir lainnya yang sejenis baik secara individu maupun berkelompok; atau
b. penerapan kurikulum berbasis proyek atau bentuk pembelajaran lainnya yang sejenis dan asesmen yang dapat menunjukkan ketercapaian kompetensi lulusan.”
Adapun untuk program magister, Nadiem menjelaskan masih harus menyelesaikan tugas akhir. Namun pilihannya tidak hanya dalam bentuk tesis, melainkan bisa prototipe, proyek, atau bentuk tugas akhir lainnya yang sejenis sesuai yang diberikan program studi. Karena itu, Nadiem membantah bahwa perubahan kebijakan ini akan menurunkan kualitas pendidikan di perguruan tinggi.
“Sama dengan jurnal, jadi kami banyak masukan nanti bagaimana menurunkan kualitas kedokteran kita. Tidak sama sekali di negara-negara termaju dengan riset terhebat itu keputusan perguruan tinggi, bukan pemerintah,” tambahnya.
Langkah Penting Demi Inovasi dan Fleksibilitas Sistem Pendidikan Tinggi
Kepala Bidang Pendidikan dan Pelatihan Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) Fauzi Abdillah mengapresiasi Kementerian Pendidikan yang menerbitkan Permendibudristek Nomor 53 Tahun 2023 tentang Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi. Menurutnya, peraturan ini merupakan langkah penting dalam menghadirkan inovasi dan fleksibilitas dalam sistem pendidikan tinggi di Indonesia.
Selain itu, tentang skripsi yang tidak lagi menjadi wajib sebetulnya bukan hal yang baru. Kata dia, sejumlah perguruan tinggi telah melakukan itu untuk memfasilitasi keragaman profil lulusan dan kekhasan program studi.
“Jadi kalau dulu merasa ini (kebijakan skripsi) untuk lokal (baca: masing-masing perguruan tinggi). Kalau sekarang seperti merasa mendapat payung hukum yang kuat,” jelas Fauzi kepada VOA, Rabu (30/8).
Kendati demikian, Fauzi mengatakan pemerintah perlu memastikan perguruan tinggi dapat menerjemahkan aturan-aturan ini dalam pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan. Ia berharap kementerian pendidikan akan melakukan pendampingan yang efektif guna memastikan adanya sinkronisasi yang baik antara kebijakan dan implementasinya di lapangan.
“Bisa jadi mengulang sejarah kurikulum KTSP yang menyerahkan seluruh pengembangan kurikulum ke sekolah masing-masing. Tidak diatur secara rinci oleh pemerintah. Tapi kenyataan di lapangan, sekolah masih menggunakan model lama,” tambahnya.
P2G juga mendorong adanya perhatian yang lebih besar terhadap penguatan kapasitas dan sumber daya di perguruan tinggi. Sebab, karakteristik dari setiap perguruan tinggi cukup beragam sehingga membutuhkan perhatian ekstra. [Sm]