JAKARTA − KPK menjadwalkan pemeriksaan terhadap Komisaris PT Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan Indonesia Ferry (ASDP), Susi Meyrista Tarigan. Ia diperiksa sebagai saksi terkait dugaan korupsi kerja sama dan akuisisi PT Jembatan Nusantara oleh ASDP tahun 2019-2022.
“KPK menjadwalkan pemeriksaan saksi dugaan TPK dalam Proses Kerjasama Usaha dan Akuisisi PT Jembatan Nusantara oleh PT ASDP. Pemeriksaan dilakukan di Gedung KPK Merah Putih, atas nama SMT Komisaris PT ASDP,” kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika, Jumat (9/8/2024).
Dalam kasus ini, KPK masih menunggu hasil penghitungan kerugian negara dari auditor. Berdasarkan penghitungan sementara, jumlah kerugian negaranya dalam perkara ini mencapai Rp1,27 triliun.
Namun, jumlah tersebut bisa berubah lantaran proses penghitungan masih dilakukan. “Penghitungan masih berlangsung,” kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardika kepada wartawan, Rabu (7/8/2024).
Perhitungan kerugian negara dalam kasus ini dihitung oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). “Belum bisa disimpulkan,” katanya.
Proses akuisisi PT Jembatan Nusantara oleh PT ASDP diduga ada kejanggalan. Di mana, PT ASDP membeli PT Jembatan Nusantara dengan nilai mencapai Rp1,3 triliun.
Perusahaan plat merah itu kemudian menguasai 100 persen saham PT Jembatan Nusantara berikut 53 kapal yang dikelola. Dalam proses penyidikan berjalan, KPK telah memanggil sejumlah saksi.
KPK sudah memeriksa Dirut PT Jembatan Nusantara Tahun 2019–2022, Youlman Jamal, Jumat (2/8/2024). “Didalami terkait dengan kronologis terjadinya proses kerja sama usaha. Serta, akuisisi PT Jembatan Nusantara oleh PT ASDP,” kata Tessa.
Saksi lainnya juga diperiksa KPK, mereka Direktur PT Jembatan Nusantara Rudy Susanto. Selanjutnya Plt VP Hukum PT ASDP Anom Sedayu Panatagama, serta, Direktur Utama PT ASDP Ira Puspadewi.
Adapun KPK telah menetapkan pihak-pihak sebagai tersangka. Namun, identitas tersangka maupun kontruksi lengkap perkara baru akan diumumkan pada saat dilakukan upaya paksa penahanan.
KPK melalui Dirjen Imigrasi Kemenkumham RI telah mencegah empat orang ke luar negeri. Tiga di antaranya merupakan pejabat di PT ASDP berinisial HMAC, MYH, dan IP.
Sementara satu orang lainnya merupakan pihak swasta berinisial A. Langkah itu bertujuan agar keempat orang tersebut tetap berada di dalam negeri. [Cu]