Gelitik JARI : Mengapa Masyarakat Mendengarkan Pemimpin yang Berbohong?
“Adalah kesalahpahaman bahwa keterlibatan politik hanya berkaitan dengan isu-isu seperti rasisme dan seksisme. Anda juga memenuhi potensi itu dengan menulis tentang hukum, cinta , harapan, dan imajinasi.’
etika RUU Pemilu jadi perbincangan yang sangat panas, segalanya kembali bersifat politis. Golongan orang yang memuja kebenaran dan menjunjung tingginya supremasi hukum akan berpikir: semuanya bersifat politis.
Mengapa masyarakat mendengarkan pemimpin yang berbohong?
‘Politik sering kali terjadi secara verbal. Bukan hanya isinya, tapi bentuknya juga penting. Cara seseorang berbicara bisa membuat kita merinding, membuat kita marah, atau membuat kita menangis. Efek-efek ini bersifat fisik dan di luar kendali rasional kita. Semua rasa itu datang pada kita tanpa kita sadari. Kita telah mengetahui hal ini selama berabad-abad: Plato telah memperingatkan tentang kekuatan orator yang baik dan menyesatkan.’
‘Kebohongan yang disebarkan oleh para pemimpin fasis dengan bantuan sejumlah media cetak pun online adalah simulasi yang sangat nyata, karena kebohongan tersebut tidak mencerminkan kenyataan, melainkan kenyataan yang dibuat-buat. Sebaliknya, respons yang mereka peroleh pada Homo mimeticus terlalu nyata. Dengan “hipermimesis” saya menunjukkan spiral yang melaluinya ketidakbenaran (virtual), yang didorong oleh algoritma yang memperkuat keyakinan yang sudah ada sebelumnya, mempunyai konsekuensi mimesis di dunia material. Oleh karena itu, hipermimesis merupakan ciri fasisme (baru).’
Jika mimesis ada dimana-mana, bisakah kita melawan fasisme (baru)?
‘Untungnya, selain emosi, kita juga mempunyai kekuatan rasional yang dapat digunakan untuk melawan fasisme. Sangat penting untuk menyadari bahwa kita semua berpotensi rentan terhadap pesan-pesan fasis, terutama pada masa krisis. Ketika kita mendengar solusi sederhana terhadap permasalahan yang kompleks, atau ketika suatu kelompok dijadikan kambing hitam, kita semua harus waspada. Pendidikan yang baik dapat membantu kita dalam hal ini dengan mempertajam keterampilan berpikir kritis dan menyediakan sumber yang dapat dipercaya.’
‘Kita juga sebaiknya mengenali persamaan antar kelompok selain perbedaannya. Kesamaan yang kita miliki seringkali diabaikan dalam perdebatan politik, padahal hal tersebut merupakan hal yang mendasar. Kita semua adalah manusia, tanpa memandang asal usul, jenis kelamin, seksualitas, dan preferensi politik. Terlibat dalam percakapan dengan orang-orang yang berbeda dengan Anda merupakan langkah penting untuk mencegah dehumanisasi.’
Haruskah menghakimi dan menghukum pemimpin yang berbohong?
‘Jika kita melihat hukum, hukum memberikan keadilan yang sama bagi semua orang dalam perbedaan pribadi mereka; jika tidak ada kedudukan sosial, kemajuan dalam kehidupan publik bergantung pada reputasi karena kapasitas, pertimbangan kelas tidak boleh mengganggu prestasi; kemiskinan juga tidak menghalangi jalan, jika seseorang mampu mengabdi kepada negara, ia tidak terhalang oleh ketidakjelasan kondisinya. Kebebasan yang kita nikmati dalam pemerintahan kita juga meluas ke kehidupan sehari-hari kita tanpa perbedaan status sosial.’
‘Namun semua kemudahan ini tidak membuat kita melanggar hukum sebagai warga negara. Melawan rasa takut ini adalah perlindungan utama kita, yang mengajarkan kita untuk menaati para hakim dan hukum, khususnya hukum yang berkaitan dengan perlindungan bagi mereka yang terluka, baik yang tercantum dalam kitab undang-undang, maupun yang termasuk dalam kitab undang-undang yang, meskipun tidak tertulis, tidak dapat dilanggar tanpa menimbulkan aib yang diakui. Hukum berada tinggi diatas politisi atau pemimpin. Lalu mengapa takut menghakimi dan menghukum pemimpin yang berbohong?’
Apakah mendukung Pemimpin yang suka berbohong berdosa?
‘Memilih pemimpin itu harus berdasarkan empat kriteria. Pertama siddiq (jujur), jangan memilih pemimpin yang suka berbohong, kalau kita sudah tahu bahwa pemimpin itu pembohong maka kita juga akan ikut menanggung dosanya. Kedua amanah, apa yang dipercayakan orang kepadanya harus dijaga sesuai dengan UUD 1945 yaitu melindungi segenap darah bangsa Indonesia dan seluruh tumpah Indonesia. Ketiga tabligh yaitu menyampaikan kebenaran, artinya seorang pemimpin tidak boleh melakukan pencitraan. Keempat fathonah yang artinya cerdas, seorang pemimpin harus memiliki kecerdasan dalam segala hal sehingga dalam mengambil kebijakan dapat membawa manfaat bagi rakyatnya.’
‘Suatu kali, Rasulullah ditanya salah seorang sahabat dengan tiga pertanyaan. “Wahai Rasulullah, apakah orang beriman itu bisa mencuri?” Rasulullah pun membenarkan, “Benar. Orang beriman bisa mencuri,” jawabnya.
‘Sahabat itu pun bertanya lagi, “Wahai Rasulullah, apakah orang beriman itu bisa berzina?” Lagi-lagi Rasulullah pun membenarkan. Orang beriman bisa saja khilaf dan jatuh pada perzinaan. Pertanyaan ketiga, “wahai Rasulullah, apakah orang beriman itu bisa berbohong?” ujarnya. Kali ini jawaban Rasulullah berbeda. “Tidak!” tegas Rasulullah. (HR Tirmidzi).
Palembang, 02 September 2024
Gesah Politik Ade Indra Chaniago – Indra Darmawan K