Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan bahwa nilai ekspor Indonesia pada Juli 2023 mencapai US$20,88 miliar. Jumlah itu turun 18,03 persen dibandingkan pada Juli 2022.
JAKARTA − Plt Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti mengatakan neraca perdagangan Indonesia pada Juli 2023 mengalami surplus US$1,31 miliar. Rinciannya, nilai ekspor pada Juli 2023 mencapai US$20,88 miliar, didominasi ekspor nonmigas US$19,65 miliar. Sedangkan nilai impor sebesar US$19,57 miliar. Kendati demikian, nilai ekspor Indonesia turun 18,03 persen jika dibandingkan dengan Juli 2022.
“Kinerja ekspor Juli ini lebih didorong oleh kenaikan ekspor nonmigas terutama barang dari besi dan baja sebesar 47,33 persen,” jelas Amalia dalam konferensi pers daring, Selasa (15/8/2023).
Adapun penurunan ekspor terbesar terjadi pada bahan bakar mineral sebesar US$234,3 juta atau 6,93 persen. Sedangkan dari pangsa pasar, China menempati urutan pertama dengan nilai US$4,93 miliar, disusul Amerika Serikat US$2,03 miliar dan India US$1,82 miliar. Ekspor ke ASEAN dan Uni Eropa (27 negara) masing-masing US$3,60 miliar dan US$1,27 miliar.
Dari sisi provinsi asal barang, ekspor Indonesia terbesar pada Januari–Juli 2023 berasal dari Jawa Barat dengan nilai US$21,13 miliar (14,13 persen). Berikutnya adalah Kalimantan Timur dengan US$17,12 miliar (11,45 persen) dan Jawa Timur dengan US$12,70 miliar (8,49 persen).
“Peningkatan pangsa pasar ekspor secara bulanan maupun tahunan hanya terjadi dengan China,” tambahnya.
Terkait impor, BPS mencatat impor Indonesia mencapai US$19,57 miliar, turun 8,32 persen dibandingkan pada Juli 2022. Impor Indonesia sebagian besar berasal dari nonmigas sebesar US$16,44 miliar. Tiga negara pemasok barang impor nonmigas terbesar selama Januari–Juli 2023 adalah China US$35,53 miliar (32,74 persen), Jepang US$9,65 miliar (8,89 persen), dan Thailand US$6,16 miliar (5,68 persen). Adapun impor nonmigas dari ASEAN sebesar US$17,89 miliar (16,49 persen) dan dari Uni Eropa US$8,44 miliar (7,77 persen).
Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira mengatakan penurunan ekspor Indonesia dikarenakan mitra dagang utama sedang mengalami perlambatan ekonomi. Negara-negara mitra antara lain China, Amerika, Eropa, Jepang, dan Korea Selatan. Pertumbuhan ekspor Indonesia ditopang oleh kenaikan harga sejumlah komoditas seperti nikel dan minyak kelapa sawit. Namun, harga komoditas tersebut fluktuatif sehingga bisa menurun pada 2023.
“Kalau dilihat lebih detail, sebenarnya surplusnya semu karena impornya juga mengalami penurunan. Itu artinya, industri manufaktur dalam negeri juga sedang melambat,” jelas Bhima, Selasa (15/8/2023).
Bhima menyarankan pemerintah mencari ekspor alternatif ketika ekspor dan impor mengalami penurunan. Semisal dengan meningkatkan pasar-pasar alternatif di luar mitra dagang tradisional. Indonesia, antara lain, bisa menjajaki Afrika Utara, Amerika Latin, dan Asia Selatan. Selain itu, pemerintah dapat memperkuat pasar domestik sehingga kelebihan ekspor bisa diserap pasar dalam negeri. [Sm/Red]