DPR Kritik Belanja Pegawai dan Bunga Utang Bengkak dalam RAPBN 2025

Bunga Utang

 JAKARTA − Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyoroti kenaikan belanja pemerintah pusat pada pos belanja pegawai, serta kenaikan belanja belanja bunga utang dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2025.

Anggota DPR RI Fraksi Demokrat Adisatrya Suryo menyebut, kenaikan dua pos belanja tersebut terjadi saat belanja ke kelompok penerima manfaat justru mengalami penurunan jika dibandingkan dengan perkiraan realisasi APBN 2024.

“Belanja pegawai naik Rp52,4 triliun, belanja pembiayaan bunga utang naik Rp53,9 triliun,” ucap Adisatrya saat memberikan pandangan umum Fraksi atas RUU APBN 2025 beserta Nota Keuangannya di DPR RI, Selasa (20/8/2024).

Ia mengatakan, hal itu berbeda dibandingkan kondisi belanja modal yang turun RP148 triliun, belanja subsidi turun Rp4,8 triliun, belanja bansos turun Rp700 miliar, serta belanja subsidi pupuk turun Rp6,45 triliun dibanding perkiraan realisasi APBN 2024.

“Pemerintah harus memastikan bahwa alokasi belanja negara yang turun tidak mengurangi kesejahteraan rakyat dan kemudahan rakyat mendapatkan layanan kesehatan, pendidikan, perumahan, bansos, bantuan pokok, dan lain-lain,” ucap Adisatrya.

Lebih lanjut, ia juga menyoroti pengalokasian belanja lain-lain yang mencapai Rp631,8 triliun dalam RAPBN 2025 sebab besaran tersebut tercatat naik Rp276 jika dibandingkan alokasi belanja lain-lain dalam perkiraan realisasi APBN 2024.

Meski demikian, ia menjelaskan bahwa gagal memahami bahwa alokasi belanja lain-lain tersebut dapat memberikan ruang fiskal yang lebar bagi pemerintahan baru yang akan datang.

Namun dalam pelaksanaannya, Adisatrya menegaskan penggunaan pos belanja lain-lain harus melalui persetujuan DPR dan tidak dapat digunakan sepihak oleh pemerintah.

“Pengalihan belanja lain-lain kepada Kementerian/Lembaga tertentu, program-program tertentu harus menghormati mekanisme hak anggaran DPR untuk memastikan uang rakyat digunakan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan rakyat,” tutur Adisatrya.

Oleh karena itu, mendesak agar belanja yang dilakukan pemerintah harus efektif, efisien, dan berdampak pada masyarakat luas di seluruh wilayah Indonesia.

“Belanja negara harus dapat menjelaskan program-program pemerintah menuntaskan masalah struktural pangan, energi, ketimpangan sosial, ketimpangan wilayah hilirisasi,” lanjutnya.

Sebagai informasi, gambaran besar arsitektur RAPBN 2025 adalah sebagai berikut:

Belanja Negara direncanakan sebesar Rp3.613,1 triliun yang terdiri dari: Belanja Pemerintah Pusat sebesar Rp2.693,2 triliun, serta Transfer ke Daerah sebesar Rp919,9 triliun.

Anggaran pendidikan dialokasikan sebesar Rp722,6 triliun, dialokasikan untuk peningkatan gizi anak sekolah, refleksi sekolah, dan pengembangan sekolah unggulan. Anggaran pendidikan juga untuk memperluas program beasiswa, pemajuan kebudayaan, penguatan perguruan tinggi kelas dunia, serta untuk pengembangan penelitian.

Anggaran perlindungan sosial dialokasikan sebesar Rp504,7 triliun untuk mengurangi beban masyarakat miskin dan rentan, dan mengakselerasi pengentasan kemiskinan, yang dilakukan dengan lebih tepat sasaran, efektif dan efisien.

Anggaran kesehatan direncanakan sebesar Rp197,8 triliun, atau 5,5% dari belanja negara. Anggaran tersebut ditujukan untuk peningkatan kualitas dan keterjangkauan layanan, percepatan penurunan stunting dan penyakit menular seperti TBC, serta penyediaan pemeriksaan kesehatan gratis.

Anggaran ketahanan pangan direncanakan sebesar Rp124,4 triliun yang diarahkan untuk mendukung peningkatan produktivitas, menjaga ketersediaan dan keterjangkauan harga pangan, perbaikan rantai distribusi hasil pertanian, serta meningkatkan akses pembiayaan bagi petani.

Anggaran infrastruktur sebesar Rp400,3 triliun. Anggaran tersebut terutama untuk infrastruktur pendidikan dan kesehatan, infrastruktur konektivitas, infrastruktur pangan dan energi, serta infrastruktur pembangunan IKN.

Anggaran transfer ke daerah direncanakan sebesar Rp919,9 triliun untuk meningkatkan sinergi kebijakan fiskal pusat dan daerah, harmonisasi belanja pusat dan daerah, serta mengurangi wawasan antardaerah dan memperkokoh kerjasama antardaerah. [Az]