Seruan Pulihkan Demokrasi Indonesia Kian Membesar

defisit' demokrasi

Dewan Pengurus Pusat (DPP) Ikatan Alumni Fakultas Hukum (Ikahum) Atma Jogja menyatakan bahwa kualitas penyelenggaraan Pemilu 2024 mengalami penurunan demokrasi.

Pernyataan tersebut berdasarkan atas beberapa peristiwa mengenai dugaan ketidak-netralan pemerintah atas pemilu kali ini.

“Situasi perkembangan negara hukum dan demokrasi hingga menjelang pemilu 2024 semakin mengalami kemerosotan dari Sisi kualitas. Saat ini Indonesia sedang mengalami ‘defisit’ demokrasi. Hal ini apabila kita cennat membaca berbagai rangkaian peristiwa dan/atau fenomena” tulis Dr. Johanes Widiantoro, Ketua Umum DPP, Rabu (7/2/2024)

DPP Ikahum menyatakan kemunduran sistem demokrasi dilansir dari berbagai fenomena yang terjadi, diantaranya; lemahnya kemampuan institusi negara memberikan penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan HAM.

DPP Ikahum Atma Jogja berpandangan bahwa demokrasi kita akan rusak dan mengalami kemunduran (setback of democracy) bila pemerintah tidak sungguh-sungguh berkomitnen pada penyelenggaraan pemilu berintegritas dan bermartabat berdasarkan prinsip langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil (Luber Jurdil).

Isi Deklarasi DPP Ikahum Atma Jogja:
1. Mendukung Pemilu 2024 yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil (Luber Jurdil)
2. Penyelenggara negara dan pemerintahan agar sungguh-sungguh menjaga integritas dan martabat pemilu dengan bersikap netral, tidak memihak pada pihak-pihak tertentu, dan tidak menyalahgunakan wewenang.
3. Penyelenggara pemilu dalam hal ini Komisi Pemilihan Umum memastikan semua warga negara Indonesia yang memiliki hak pilih dapat menjalankan hak pilihnya secara aman dan bebas dari tekanan siapapun.
4. Partai politik dan para kontestan calon presiden dan wakil presiden, calon anggota DPR, calon anggota DPD, calon anggota DPRD menjunjung prinsip-prinsip demokrasi dan penghormatan HAM dalam pelaksanaan pemilu.
4. Negara mengutamakan pendekatan damai tanpa kekerasan dalam menangani dan mengatasi permasalahan yang muncul pada saat kampanye sampai dengan saat pelaksanaan pemilu dan sesudahnya sesuai ketentuan yang berlaku.
5. Mendorong partisipasi aktif warga negara termasuk anggota Ikahum Atma Jogja untuk menggunakan hak pilihnya secara bertanggungiawab dan memastikan pelaksanaan pemilu yang luber jurdil.
6. Dewan Pengurus Pusat Ikahum Atma Jogja menghormati setiap sikap la•itis anggota terhadap penyelenggaraan pemilu maupun dukungan anggota kepada kandidat atau partai politik tertentu sebagai bagian dari hak warga negara atas kebebasan berserikat, berkumpul, berpendapat dan berekspresi.

Seruan demokrasi Indonesia yang mengalami kemunduran tak terhenti pada kampus-kampus seperti UGM, UI, Unpad. Belum lama civitas Universitas Brawijaya (UB) mengkritisi hukum telah menjadi instrumen politik hingga mencoreng norma.

Pada Selasa lalu, guru besar, profesor, dosen, serta mahasiswa UB menyampaikan secara terbuka keresahan mereka. Koreksi total menjadi poin utama, yaitu mengembalikan semangat reformasi dalam mengelola pemerintahan, menegakkan hukum, moral, etika berpolitik dan berdemokrasi.

Tak hanya dari kampus negeri dan alumninya, Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentara (STH) hari ini, Rabu (7/2/2024) menyatakan praktik demokrasi kian merosot dan serampangan.

” Ketidakberesan ini mencuat karena adanya penyalahgunaan kekuasaan, dengan hukum dan etika yang dicederai demi memenuhi birahi politik dan keinginan untuk memegang kendali penuh. Masyarakat hanya dianggap penonton yang hilang akal sehat menyaksikan sirkus pengkhianatan amanat oleh elite politik dari hari ke hari,” tulis STH, menyinggung putusan MK terakhir yang terbukti melanggar etik.

Presiden Joko Widodo, lanjut Jentara, “patut diduga terlibat dalam penyelewengan etika yang semakin memperkuat analisis bahwa kita sedang berada pada titik nadir demokrasi Indonesia.”

MK sebagai penjaga keadilan dan keseimbangan mendapatkan kesan buruk atas putusannya dan telah merongrong kepercayaan rakyat. STH menyoroti praktik-praktik seperti proses legislasi tanpa partisipasi demi kepentingan segelintir elite, pembatasan kebebasan sipil, hingga kriminalisasi.

STH kemudian meminta Presiden Jokowi menghentikan praktik bernegara yang serampangan. Jalani kewajiban sebagaimana tugas sebagai Kepala Negara dan Pemerintahan, “untuk menjunjung tinggi hukum, etika, dan konstitusi.”

Para anggota kabinet yang secara nyata sebagai tim pemenangan salah satu paslon, juga diminta mundur dari jabatan. Bawaslu RI juga harus berani dan konsisten menindak pelanggaran hukum pemilu.

Hal lain adalah mendorong peran DPR menggungkan hak interpelasi dan hak angket untuk
menginvestigasi intervensi Presiden Joko Widodo dalam Pemilu 2024. Terakhir, pesan para penegak hukum dan elemen pemerintah, hentikan “segala bentuk intimidasi terhadap sivitas akademika dan masyarakat sipil yang telah menyampaikan pendapat mengenai kegelisahan terhadap situasi demokrasi saat ini, sebab bentuk intimidasi tersebut merupakan pelanggaran terhadap HAM.” [Mf]