Aktivis Solo Raya Pro Demokrasi Ajak Rakyat Berikan Sanksi Moral dengan Tidak Mencoblos Paslon yang Berpolitik Dinasti dan Pelanggar HAM

 JATENG – Puluhan aktivis dan tokoh pro demokrasi Solo Raya menanggapi situasi politik yang berkembang menjelang pelaksanaan Pemilu 2024. Secara tegas, aktivis yang berhimpun dalam Solo Melawan Politik Amoral (Sempal) itu mengajak rakyat untuk tidak memilih pasangan calon (paslon) presiden dan wakil presiden 2024 yang berpolitik dinasti dan pelanggar HAM.

Dalam pernyataan yang ditandatangani 50 aktivis dan tokoh lintas generasi itu disebutkan, masyarakat demokratik dengan standar moral dan etik yang jelas, dengan gagah berani akan menolak atau memberi sanksi kepada orang-orang bermasalah tanpa moral dan etik di lingkungannya dengan sanksi sosial maupun politik. Dari sanksi sosial dalam masyarakat yang masih tergolong ringan, hingga sanksi politik dengan hukuman penjara.

“Perilaku tanpa moral dan etik dalam kehidupan demokratik, sesungguhnya dapat dikategorikan sebagai tindak kejahatan. Dan bahaya kejahatan yang tidak diganjar hukuman, akan bertumpuk dan semakin tak nampak lagi sebagai kejahatan,” ungkap Chudi Santoso dan Prijo Wasono ketika membacakan pernyataan sikap mewakili 50 aktivis lintas generasi, Kamis, 18 Januari 2024 di Wedangan Padmosusastro, Kota Solo.

Dalam beberapa bulan terakhir, tambahnya, rakyat disuguhi tindakan tanpa moral dan etika dalam kehidupan politik yang secara terselubung mengarah pada kejahatan dengan mengkhianati Pancasila dan UUD 45. Bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia berbentuk Republik, dan telah meninggalkan Negara Kerajaan sejak 1945. Namun demi kepentingan keluarga dan kelompok tertentu, hukum diubah seenaknya sesuai kehendak pribadi dalam upaya melanggengkan kekuasaan pada keluarganya menjadi penerus kekuasaan sebagai politik dinasti.

Politik dinasti dapat diartikan sebagai sebuah kekuasaan politik yang dijalankan oleh sekelompok orang yang masih terkait dalam hubungan keluarga. Dinasti politik lebih identik dengan kerajaan. Sebab kekuasaan akan diwariskan secara turun temurun dari ayah kepada anak. agar kekuasaan akan tetap berada di lingkaran keluarga.

Hal ini, lanjutnya, jelas tidak bisa dibiarkan. Karena standar moral dan etika dalam kehidupan politik yang demokratik yang diatur dengan hukum-hukum demokratik, tentu akan rusak jika seenaknya diganti atau diubah demi kepentingan keluarga untuk tetap berkuasa. Masyarakat yang dikorbankan dengan ketiadaan standar moral dan etika yang jelas.

“Dalam beberapa bulan terakhir, kita disuguhi akrobat politik Presiden Jokowi tanpa moral dan etika dalam upaya menjadikan anaknya, Gibran Rakabuming Raka sebagai penerus kekuasaan melalui berbagai cara. Sampai puncaknya adalah mengganti aturan Pemilu melalui Mahkamah Konstitusi hingga anaknya bisa lolos sebagai cawapres, sebagai wujud politik dinasti,” ujarnya.

Guna merespon situasi politik nasional yang makin rusak, aktivis Pro Demokrasi Lintas Generasi Solo Raya menyerukan kepada masyarakat untuk menarik garis demarkasi yang tegas antara kekuatan politik yang dijalankan dengan moral dan etika baik, dengan kekuatan politik yang dijalankan tanpa moral dan tanpa etika.

Kedua, tambahnya, mengajak masyarakat untuk berani memberikan sanksi moral dengan tidak mencoblos pasangan capres dan cawapres Nomor Urut 02 sebagai wujud dari politik amoral (Politik Dinasti dan Capres Pelanggar HAM).

Kemudian yang ketiga, kata dia, mendorong pelaksanaan Pilpres 2024 yang jujur, adil, transparan dan beretika. Keempat, mendorong blok politik antara parpol dan relawan pendukung Capres-Cawapres 01 dan 03 untuk melawan kekuatan politik hitam yang amoral dan tidak beretika. (Kba/Kf)